Minggu, 30 Januari 2011

Mbah Hasyim Ideolog Sunni Indonesia

Judul Buku: Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah wa Al-Jamaah
Penulis: Achmad Muhibbin Zuhri
Penerbit: Khalista dan LTN PBNU
Cetakan I: Desember 2010
Tebal: XXVI+ 328 Halaman
Peresensi: Fathul Qodir *

Fakta jika mayoritas umat Islam di Indonesia adalah pengikut ajaran Sunni atau ahlussunnah wal jamaah (aswaja) tidak dapat dipungkiri. Keberhasilan itu tidak bisa dilepaskan dari peran Nahdlatul Ulama yang sedari awal berdiri meneguhkan diri sebagai pengamal dan pengawal ajaran ahlussunnah wal jamaah. Diakui ataupun tidak, inklusifitas ajaran Nahdhatul Ulama yang ditransformasikan dari nilai-nilai aswaja telah memberikan kontribusi besar terciptanya wajah moderat dan fleksible Islam di Indonesia.
 
Bangsa Indonesia yang multikultur serta kaya akan ragam tradisi, tidak menghalangi Islam ala NU membumi. Mengacu pada teori Islam Kolaboratif Prof. Nur Syam, fleksibilitas doktrin sunni mampu berkolaborasi dengan tradisi-tradisi non Islami yang telah mapan tanpa menghilangkan nilai-nilai ajaran Islam yang bersifat absolut.
Fenomena kenduri, tahlilan, perayaan maulid, peringatan tiga hari, tujuh hari serta seratus hari pasca kematian, adalah bukti bentuk metamorfosa nilai-nilai ajaran Islam dengan budaya masyarakat Indonesia pra Islam. Sehingga, keberadaan Islam dapat diterima menjadi agama mayoritas masyarakat Indonesia tanpa resistensi yang berarti.

Dalam kajian historis, Walisongo sangat berjasa menanamkan ajaran ahlussunnah di ranah Nusantara. Namun, NU sebagai organisasi sosial keagamaan memiliki andil yang signifikan dalam mempertahankan ajaran ideologi Sunni. Menjamurnya organisasi keagamaan yang mengusung purifikasi dan pembaruan Islam dalam dekade awal abad 20 secara sistemik dan masif melakukan penggerogotan. Di sinilah NU berperan aktif melakukan pendampingan serta pengawalan terhadap tradisi Sunni sebagai way of life mayoritas umat Islam Indonesia.

Satu hal pokok yang tidak boleh dilupakan bahwa wajah Sunni Nahdlatul Ulama sangat dipengaruhi oleh paradigma Aswaja Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari. Tidak berlebihan jika KH Hasyim Asy’ari ditahbiskan sebagai ideolog Sunni Indonesia. Penelitian terbaru tentang pemikiran tokoh pendiri organisasi sosial keagamaan terbesar di dunia ini, Dr Achmad Muhibbin Zuhri menemukan corak Sunni KH Hasyim Asy’ari sangat khas dan tidak sebangun persis dengan konstruksi Sunni era awal, meskipun dalam banyak hal tetap mencerminkan pola Sunni.

Sunni Partikular ala Mbah Hasyim
Ahlussunnah wal jamaah
sebagai ideologi tidak dapat dilepaskan dari normatifitas ajaran yang telah digariskan pengagasnya. Namun, dalam tataran praksis, normatifitas ajaran ahlussunnah tersebut tidak bisa melepaskan diri dari proses dialektika dengan dinamika sosio religious yang mengelilingi. Jika entitas sunni era awal pembakuan sebagai counter ideologis terhadap Mu’tazilah dan Jabariah, serta counter politic terhadap syi’ah. Hal ini berbeda dalam konteks di mana Mbah Hasyim hidup.

Meskipun bangunan pemikiran Mbah Hasyim dipengaruhi oleh pemikiran ulama abad pertengahan dan klasik, namun dekade Mbah Hasyim identik dengan era pertarungan antara entitas Islam Tradisional yang diwakili oleh masyarakat pesantren dan mayoritas umat Islam Indonesia yang berhaluan sunni, berhadapan dengan entitas Islam puritan dan pembaharu yang dikelompokkan dalam Islam Modernis. Uniknya, kelompok Tradisionalis maupun Puritan-Modernis sama-sama mengaku sebagai entitas sunni dan secara geneologis bertemu pada simpul Ahmad bin Hanbal pendiri Madzhab Hanbali yang dikenal otoritasnya sebagai ahli hadist.

Konstruksi naratif pemikiran Mbah Hasyim dapat dipandang sebagai salah satu “counter discource” terhadap mainstream pemikiran modernis dan puritan. Yakni kelompok yang menolak secara tegas pola bermadzhab dan taqlid serta melarang bid’ah atau kreatifitas dalam ibadah yang secara eksplisit tidak terdapat acuan dalam nash Al-Qur’an maupun Al-Hadis.

Pandangan Mbah Hasyim mengenai tawassul, istighatsah, syafa’at, kewalian, maulid, tarekat, dalam beberapa kitab karangannya merupakan wacana tanding pemikiran kelompok Islam Puritan yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri Aliran Wahhabi. Sedangkan isu-isu pembaruan yang dimunculkan oleh kalangan Modernis pengikut pemikiran Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, direspon oleh Mbah Hasyim dalam pembahasan seputar ijtihad, madzhab, taqlid, talfiq, sunnah dan bid’ah.

Menurut Muhibbin, deskripsi pemikiran keagamaan Kiai Hasyim di atas berimplikasi teoritis terhadap konsep Sunnisme. Mbah Hasyim dapat diintrodusir sebagai “sunni partikular”, yaitu paham ahlussunnah wal jamaah yang telah berdialog dengan dinamika keagamaan di Indonesia, khususnya dialektika modernis-tradisionalis pada abad ke-20. (hal. 265)

Sebagai bagian dari komunitas Nahdliyin, penulis telah berhasil menggali dengan mendalam tentang konstruksi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Tokoh pendiri Nahdlatul Ulama yang hingga saat ini menjadi ikon Islam subtantif dan moderat. Buku ini merupakan hasil disertasi yang diterbitkan, sehingga alur penulisannya sistematis dan analisanya mendalam. Oleh penulis, pembaca diajak mengarungi pemikiran ahlussunnah KH. Hasyim Asy’ari secara runtut dan detail. Mulai dari kajian embrio munculnya pemikiran Sunni, konsolidasi, pelembagaan ideologi sunni era abad pertengahan, hingga dialektika sunni dengan realitas sosio-religius yang melingkupinya dalam berbagai dekade.

Tidak kalah menarik, uraian tentang latar belakang intelektual yang membentuk paradigma Sunni KH Hasyim Asy’ari serta bagaimana pendiri Nahdlatul Ulama ini berusaha mendialektikakan mainstream sunni dengan realitas sosio-religious masyarakat Indonesia era awal abad 20. Sehingga, tampak jelas kepiawaian Mbah Hasyim dalam merumuskan doktrin-doktrin ahlussunnah dari nash Al-Qur’an dan Al-Hadis yang pada akhirnya memunculkan bentuk sunni yang khas Indonesia.

Studi dalam buku ini, selain dapat memberikan referensi bagi usaha-usaha reaktualisasi ideologi, juga berguna menambah khazanah keilmuan tentang Sunni Partikular, yaitu ekspresi ahlussunnah wal jamaah pada dimensi ruang dan waktu tertentu. Selain itu, buku ini merupakan wujud usaha aktualisasi sekaligus kontekstualisasi ahlussunnah wal jamaah yang bercorak inklusif, moderat dan fleksible dalam bersinggungan dengan kesejarahan umat. Walhasil, apresiasi yang besar layak diberikan kepada penulis, sebab isi buku ini menambah kekayaan tafsir tentang ahlussunnah di saat gempuran ideologi “kaca mata kuda”  Islam puritan yang cenderung eksklusif menguncang kedamaian dan kesantunan dalam beragama dan keberagamaan. Wallahu a’lam.....

* Staff Pengajar Pesantren Mahasiswa Luhur Al-Husna Surabaya. Alumni Pesantren Lirboyo 2004

MENGGUGAT SUARA YANG TAK TERJAWAB

Oleh: Marlaf Sucipto*
60 hari yang lalu, tapatnya Kamis, 09 Desember 2010, kami melakukan audiensi dengan Bapak Prof. Dr. Syaiful Anam, M. Ag., Prof. Dr. Haris, M. Ag., dan Dr. H. Priyo Handoko, SS, SH, M.Hum. terkait keputusan penutupan pintu belakang IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Audiensi yang sebelumnya dijadwalkan jam 09.00 Wib sedikit molor hingga benar-benar trealisir pada jam 09.45 Wib. hal tersebut tak lain sebagai tindak lanjut dari aksi damai yang dilakukan satu minggu sebelumnya terkait persoalan yang sama.
Hal yang bisa kami ambil atas pernyataan pembantu rektor pada audiensi tersebut adalah bahwa, beliau hanya sebatas ‘pembantu’, dan mengenai keputusan penutupan pintu belakang adalah otoritas Rektor IAIN Sunan Ampel Prof. Dr. Nur Syam, M.Si. yang menjadi aneh adalah, pada waktu kami meminta audiensi dengan pihak penentu kebijakan IAIN yang masih di ‘persulit’ untuk mencapai kata ‘iya’ dalam mengadakan audiensi, diputuskan audiensi dilaksanakan pada hari Kamis, 09 Desember 2010 dan akan dihadiri oleh Pak Rektor selaku pembuat keputusan tersebut.
Pada hari dimana audiensi dilaksanakan, kami merasa kaget, karena orang nomor satu IAIN tidak ada, tidak sebagaimana dikatakan pada waktu kami meminta audiensi itu dilaksanakan. Pak Rektor diwakili oleh Pak Anam dan Pak Haris.
Dialog berlangsung, dan dipandu langsung oleh Pak Haris. Beberapa suara mahasiswa langsung muncul bergiliran, yang intinya adalah, meminta kepastian atas tuntutannya satu minggu yang lalu, yaitu dibukanya kembali pintu belakang IAIN.
Dengan pembawaan santai, Pak Haris dan Pak Anam menanggapi beberapa masukan mahasiswa yang ikut audiensi, intinya adalah akan mengakomodir beberapa masukan mahasiswa dan akan disampaikan kepada Pak Rektor.
Dari bebarapa tanggapan Pak Haris yang kurang bisa diterima akal sehat adalah, jika keputusan penutupan pintu belakang IAIN adalah otoritas Rektor, kenapa Pak Rektor yang dijanjikan akan audiensi dengan mahasiswa dikatakan tidak perlu dilibatkan dalam persoalan tersebut?!. Padahal pernyataan dan keputusan rektor sungguh sanggat kami harapkan, karena keputusan tersebut merupakan otoritasnya.
Bebarapa masukan mahasiswa diantaranya:
1. berlakukan jam buka tutup pada pintu belakang dan dijaga oleh satpam, masukan ini muncul atas pernyataan Pak Anam yang mengatakan penutupan pintu belakang disebabkan ketidak amanan IAIN dari tindak pencurian dan hal lain yang merugikan IAIN.
2. Setiap orang yang masuk kelingkungan IAIN harap menunjukkan identitas civitas akademika IAIN, masukan tersebut muncul atas pernyataan Pak Anam yang juga diperkuat oleh Pak Haris bahwa IAIN sering dilewati oleh orang yang busananya tidak sesuai dengan kode etik IAIN dan sering dijadikan Parkir kendaraan Pribadi milik warga sekitar lingkungan IAIN. Yang menjadi hal aneh atas pernyataan diatas adalah, mengenai busana, banyak busana mahasiswa IAIN yang tidak sesuai dengan kode etik IAIN, bahkan kadang sering IAIN memberikan rekomendasi pada orang yang mau memasarkan produknya dilingkungan IAIN yang busananya (maaf) serba mini. Lagi-lagi tidak ada sanksi dan terkesan dibiarkan begitu saja. Selama kode etik IAIN hanya sebatas hitam diatas putih dan menunggu kesadaraan semua orang khususnya civitas akademika untuk mematuhinya, maka mimpi untuk mewujudkan IAIN menjadi lebih baik tidak akan trealisir.
3. sebelum IAIN benar-benar siap, maka kami mohon dengan sangat untuk dibuka kembali pintu belakang yang sudah tertutup beberapa bulan yang lalu, hal ini lagi-lagi menaggapi pernyataan Pak Haris yang mengatakan akan dibuatkan trotoar khusus pejalan kaki disepanjang frontage didepan IAIN, apakah sekarang trotoarnya sudah dibuatkan?
Akhirnya, kami sebagai mahasiswa hanya bisa mengharap, semoga suara kami, yang kata Pak Pembantu Rektor akan dibawa ke Pak Rektor, benar-benar disampaikan. Dan, walaupun sudah 60 Hari sampai tulisan ini ditulis, ditengah kesibukan yang super padat, Pak Rektor Sudi menanggapinya dan bisa memberikan solusi atas persoalan diatas. Karena akibat dari penutupan pintu tersebut, kegiatan kumpul ilmiah, diskusi, dan agenda kemahasiswaan lainnya yang biasa terlihat saban sore dan malam hari terancam punah dan mengering.

* Mahasiswa Fakultas Syariah Semester V Jurusan Siyasha Jinayah IAIN Sunan Ampel Surabaya

 
Design by marlaf sucipto dan moh. mukit | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons